Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Selamat Tahun Baru Islam 1443 H

Gambar
 

Satu Abad NU, KH Saad Ibrahim Tampil Baca Puisi

Gambar
  Satu Abad NU, KH Saad Ibrahim Tampil Baca Puisi Tiga Kiai Baca Puisi. KH Saad Ibrahim, paling kanan, KH M. Hasan Mutawakkil Alallah, dan KH Marzuki Mustamar. (suarasurabaya) Satu Abad NU, Ketua PWM Jatim Dr Saad Ibrahim tampil membacakan   puisi berjudul Bertaut Hati, Menebar Damai. Aku al-faqir memungkasi narasi dengan nashrun minallah wa fathun qarib melalui lisan ini Sebagai diri berlabel Muhammadiy Sampeyan mengakhiri kajian dengan wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq wujud Nahdliyyi murni Kutirukan wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq dalam hati Sampeyan kumandangkan nashrun minallah wa fathun qarib dalam sanubari Biar lahiriah kita seperti ini, kelihatan berbeda begini Sesungguhnya saling berpaut erat kita punya hati Moga ridla Allah bersama kita capai Damailah umat ini, damailah negeri ini Fasyhaduu biannaa muslimuun Fasyhaduu biannaa indonesiyuun kita persaksikan ke seluruh jengkal bumi, ke setiap kawasan negeri Itulah puisi damai yang dibacakan KH Dr Saad Ibrahim dalam aca

"MUHAMMADIYAH YANG TIDAK MENGHORMATI PENDIRINYA ?"

Gambar
  https://www.facebook.com/groups/172962132721537/permalink/8109657655718572/ https://www.facebook.com/groups/172962132721537/permalink/8109657655718572/ Muhammadiyah melarang Makam diagungkan. Bagaimana dengan NU ?? "MUHAMMADIYAH YANG TIDAK MENGHORMATI PENDIRINYA ?" Siapa yang tak kenal dengan KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, namun tak sedikit bahkan kebanyakan . Muhammadiyah tak tahu makamnya. Dan tentu ini berbeda dengan Makam-makam kiai dari Nahdhatul Ulama yang selalu banjir penziarah. Maka dari itu muncul rumor yang ramai di Media sosial kalau Muhammamdiyah tidak menghargai jasa Pendirinya. Pernyataan di atas sebenarnya sudah pernah dijawab oleh KH. AR Fachruddin (sosok ketua PP Muhammadiyah yang disegani di kalangan Muhammadiyah maupun di birokrasi di jamannya. Dan namanya di abadikan untuk beberapa Bangunan milik Muhammadiyah) sejak 47 tahun yang lalu. Pak A R, begitu beliau biasa disapa merupakan salah seorang ketua Muhammadiyah di masa lalu yang tercatat sebag

Shofwan Karim Obituari Buya Mirdas (4) Keluarga Quran dan Ulama

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas (4)  Keluarga Quran dan Ulama Orang Tua . Saya mencoba menghubungi keluarga Buya Mirdas. Di antaranya isteri Buya, adiknya dan seorang putri Buya. Dari adik Buya, Yusrizal Iilyas, ada bebepa data keluarga. Saya kenal adik Buya ini  sejak di Padang Panjang.  Berlanjut ketika Buya dan kami (40-an orang)  kuliah di Jurusan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Padang mulai 1972. Seingat saya Yusrizal, mengikuti Buya, saya ikut panggil Yur. Sekarang oleh adik dan klg mereka dipanggil Wan Etek, Yur, kuliah dan tamat AKPB Padang. Waktu itu kampusnya di PGAI Jati Padang. \ Buya Mirdas  anak kedua dari sembilan bersaudara dari Ayah yg bernama Ilyas dan Ibu bernama Sajidah. Oleh anak-anak dan keluarga di Panyalaian, Bapak Ilyas dipanggil Buya Ilyas. Dengan sebutan kesayangan  "Uya" . Ayah Buya Mirdas ini, atau Uya Ilyas, dikampungnya Panyalaian Kec X Koto Tanah Datar biasa dipanggil masyarakat dengan panggilan Angku Imam. Oleh karena sepanjang hidupnya

Buya ZAS-3: KETIKA AJAL MENJEMPUT

Gambar
KETIKA AJAL MENJEMPUT  Oleh: Efri Yoni Baikoeni Pada tahun 1979, kondisi kesehatan ZAS mulai mengalami gangguan. ZAS mengeluhkan rasa pusing dan kepalanya terasa sakit sehingga mengurangi aktivitasnya. Pihak keluarga kemudian menyarankan ZAS untuk memeriksakan kesehatan di Jakarta.  Anaknya Maisarah yang sedang kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas itu juga menyarankan hal yang sama.  “Di Jakarta perlengkapan kedokteran lebih memadai berbanding fasilitas di rumah sakit di Padang. Itu lebih baik buat Buya”, katanya. Hal itu juga diamini oleh Nursiah Zaman, adik perempuan isterinya yang tinggal di Jakarta. Nursiah Zaman yang menikah dengan Ali Amran tersebut membuka toko buku “Bahagia” dan tinggal di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.  Selain di rumah Nursiah Zaman, ZAS juga disediakan tempat menginap di rumah koleganya HAMKA yang beralamat di Jalan Raden Patah III/1, Kebayoran Baru, Jakarta.  Saat itu, anak-anak HAMKA sudah banyak yang  berumah tangga dan tidak lagi tinggal di

Buya Zas-2: KEPEDULIAN BUYA ZAS KE KAMPUNG HALAMAN

Gambar
  KEPEDULIAN BUYA ZAS KE KAMPUNG HALAMAN  Oleh: Efri Yoni Baikoeni Karena interaksi dengan pentolan Muhammadiyah, di Galapung telah didirikan organisasi Muhammadiyah tahun 1930 bersamaan dengan kampung-kampung lain selingkar Danau Maninjau. Menurut Hamka bahwa menjelang diselenggarakannya Konggres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi tanggal 14-21 Maret 1930, daerah ‘salingkaran’ Maninjau telah berdiri ranting groep seperti Tanjung Sani, Pandan, Galapung, Batu Nanggai, Muko Jalan, Sigiran, Airikir Koto Panjang. Sebelum pelaksanaan Konggres itu, organisasi Muhammadiyah di Sumatera Barat telah berdiri di 27 daerah. Tidak salah, kalau dari kampung Galapung ini kemudian bermunculan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang militan. Selain ZAS, Galapung juga melahirkan tokoh besar Muhammadiyah seperti Rasjid Idris Dt Sinaro Panjang, Rasjid Thalib dan lain-lain.  Hubungan ZAS dengan Rasyid Idris Dt. Sinaro Panjang cukup dekat karena mereka masih berkerabat, bahkan sama-sama bersuku Caniago. Tidak hanya itu

Buya ZAS (1) : MASA KECIL DI KAMPUNG GALAPUNG

Gambar
Fami Buya Zainal Abidin Syuaib (ZAS) . Foto EYB MASA KECIL DI KAMPUNG GALAPUNG  Oleh: Efri Yoni Baikoeni ZAS dilahirkan pada tahun 1913 di Galapuang, di pinggiran Danau Maninjau. Saat ini Galapuang merupakan sebuah jorong dari 11 jorong dalam Kenagarian Tanjung Sani, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Propinsi Sumatera Barat. Di Kecamatan Tanjung Raya (dulu Kecamatan X Koto Maninjau) terdapat sebanyak tujuh nagari di sekitar Danau Maninjau. Tujuh nagari yang dimaksud adalah: 1) Maninjau, 2) Sungai Batang, 3) Tanjung Sani, 4) Bayua, 5) Tigo Koto, 6) Koto Kaciak, dan 7) Duo Koto.  Danau Maninjau adalah sebuah danau vulkanik yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya dengan luas sekitar 99,5 km2 dan kedalaman mencapai 495 meter. Danau Maninjau merupakan danau terluas ke-11 di Indonesia, dan terluas ke-2 di Sumatera Barat. Menurut cerita, Danau Maninjau pada awalnya merupakan gunung berapi “Gunung Tinjau” yang di puncaknya terdapat sebuah kawah yang luas.  Kepercayaan terhadap asal muasa